Friday, May 25, 2018

Leasing (Sewa Guna Usaha)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Dalam menjalankan suatu usaha maka seseorang akan memerlukan modal yang tidak sedikit. Selain itu juga membutuhkan barang-barang modal untuk menjalankan suatu usaha tersebut, agar dapat menjalankan suatu usaha dengan lancar maka seseorang membutuhkan suatu lembaga untuk memperoleh suatu dana usaha, lembaga ini dinamakan leasing.
Leasing atau sewa guna usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama. Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai  Leasing (Sewa Guna Usaha)”.

1.2    RumusanMasalah
            Berdasarkan latar belakang masalah, yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

  1.  Apa pengertian sewa guna usaha (leasing)?
  2. Siapa saja pihak yang terlibat dalam transaksi leasing?
  3.  Bagaimana mekanisme kegiatan leasing?
  4. Apa saja jenis-jenis perusahaan leasing?
  5. Bagaimana perjanjian leasing dan prosedur permohonan leasing?
  6.   Apa saja sangsi-sangsi dalam leasing?
  7.  Bagaimana fleksibilitas dalam leasing?
1.3    Tujuan Penulisan

  1. Untuk mengetahui pengertian sewa guna usaha (leasing).
  2. Untuk mengetahui pihak yang terlibat dalam transaksi leasing.
  3. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme kegiatan leasing.
  4.  Untuk mengetahui jenis-jenis perusahaan leasing.
  5. Untuk megetahui bagaimana perjanjian leasing dan prosedur permohonan leasing.
  6. Untuk megetahui apa saja sangsi-sangsi dalam leasing.
  7. Untuk mengetahui bagaimana fleksibilitas dalam leasing.
1.4    ManfaatPenulisan

  1.  Membantu mahasiswa untuk menambah pengetahuan tentang Leasing.
  2. Membantu mahasiswa dan pembaca lainnya untuk sadar pentingnya mempelajari Leasing.
  3.  Menyelesaikan tugas mata Kuliah Lembaga Keuangan Non Bank.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Definisi Leasing
Sewa guna usaha atau leasing secara umum perjanjian antara lessor (perusahaan leasing) dengan lesse (nasabah) di mana pihak lessor menyediakan barang dengan hak penggunaan oleh lessee dengan imbalan pembanyaran sewa untuk jangka waktu tertentu (Kasmir, 2007: 257-258).
Beberapa pengertian lainnya tentang sewa guna usaha atau leasing (Lestari, 2016: 6.3) adalah sebagai berikut :
1.   Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, dan Menteri Perindustrian Nomor : Kep-122/MK/IV/1974, Nomor :32/M/SK/2/1974, dan Nomor: 30/KPB/1974 tanggal 7 Februari 1974, Leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran- pembayaran secara berkala  disertai dengan hak pilih (opsi) bagi yang bersangkutan untuk memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama.
2.   Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna (Leasing), Sewa guna usaha adalah kegiatan pembiyaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
3.   International Finance Corperation World Bank Group, Perjanjian atau kontrak antara dua pihak, satu pihak (lessor) menyediakan aset untuk dipakai oleh pihak lain (lessee) dalam jangka waktu tertentu sebagai imbalan atas pembayaran sejumlah tertentu.


2.2  Pihak Yang Terlibat Dalam Transaksi Leasing
Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi leasing (Lestari, 2016: 6.5) adalah sebagai berikut:
1.      Lessor
Lessor adalah perusahaan pembiayaan atau perusahaan sewa guna usaha yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan melakukan kegiatan sewa guna usaha. Perusahaan tersebut dapat berbentuk perseroan terbatas atau koperasi. Menurut peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2009 tentang Lembaga pembiayaan, saham perusahaan pembiayaan atau perusahaan sewa guna usaha yang berbentuk perseroan terbatas dapat dimiliki oleh :
a.       Warga Negara Indonesia dan/ atau Badan Hukum Indonesia;
b.      Badan Usaha Asing dan Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia (usaha patungan) dengan ketentuan kepemilikan saham Badan Usaha Asing paling besar 85% dari modal disetor.
2.      Lessee
Lessee adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari lessor.
3.      Supplier (Pemasok)
Supplier adalah pihak yang menyediakan barang modal yang disewakan untuk digunakan oleh lessee. Barang modal tersebut dibayar secara tunai oleh lessor.
4.      Bank
Bank tidak terlibat secara langsung dalam perjanjian leasing. Keterlibatan bank dalam transaksi leasing adalah ketika lessor atau supplier menggunakan dana yang berasal dari bank dalam penyediaan barang modal.
5.      Asuransi
Asuransi dilibatkan untuk menghindari resiko kerugian yang besar dalam transaksi leasing. Biaya asuransi pada umumnya ditanggung oleh lessee karena lessee yang memahami seluk beluk barang modal yang digunakan.
Dalam transaksi leasing, pihak-pihak yang terlibat wajib diikat dalam perjanjian sewa guna usaha (lease agreement). Pada umumnya barang modal yang disewakan berupa kendaraan bermotor, komputer, pabrik, dan mesin-mesin (Lestari, 2016: 6.5).

2.3  Kegiatan Leasing
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara satu perusahaan leasing dengan perusahaan leasing yang lainnya dapat berbeda. Di dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK. 01/1991 Tanggal 21 November 1991, kegiatan leasing dapat dilakukan dengan dua cara (Kasmir, 2007: 261), yaitu :
1.      Melakukan sewa guna usaha dengan hak opsi bagi lessee (finance lease).
2.      Melakukan sewa guna usaha dengan tanpa hak opsi bagi lessee (operating lease).
Ciri-ciri kedua kegiatan leasing seperti yang dimaksud di atas adalah sebagai berikut :
1)     Kriteria untuk finance lease apabila suatu perusahaan leasing memenuhi persyaratan :
a.       Jumlah pembayaran sewa guna usaha dan selama masa sewa guna usaha pertama kali, ditambah dengan nilai sisa barang yang dilease harus dapat menutupi harga perolehan barang modal yang dileasekan dan keuntungan bagi pihak lessor.
b.      Dalam perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai hak opsi bagi lessee.
2)      Sedangkan kriteria untuk operating lease adalah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.       Jumlah pembayaran selama masa leasing pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang dileasekan ditambah keuntungan bagi pihak lessor.
b.      Di dalam perjanjian leasing tidak memuat hak opsi bagi lessee.


Kemudian dalam praktiknya transaksi finance leasing dibagi lagi ke dalam bentuk-bentuk (Kasmir, 2007: 262), sebagai berikut :
1.      Direct finance lease
Transaksi ini dikenal juga dengan nama true lease. Di mana dalam transaksi ini pihak lessor membeli barang modal atas permintaan lessee dan juga sekaligus menyewagunakan barang tersebut kepada lessee. Lessee dapat menentukan spesifikasi barang yang diinginkannya termasuk penentuan harga dan suppliernya. Oleh karena itu, yang dilakukan lessor hanyalah untuk memenuhi kebutuhan pihak lessee.
2.      Sales dan lease back
Proses ini dilakukan di mana pihak lessee menjual barang modalnya kepada lessor untuk  dilakukan kontrak sewa guna usaha  atas barang tersebut, antara lessee dan lessor. Metode ini bisanya digunakan  untuk menambah modal kerja pihak lessee.
Sedangkan dalam operating sales di mana pihak lessor sengaja membeli barang modal untuk kemudian dileasekan kepada pihak lessee. Biaya yang dikenakan terhadap  lessee adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang yang dibutuhkan oleh lessee (Kasmir, 2007: 263).

2.4  Jenis-Jenis Perusahaan Leasing
Perusahaan leasing dalam menjalankan kegiatan usahanya dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) kelompok (Lestari, 2016: 6.6), yaitu :
1.      Independent Leasing Company
Perusahaan leasing jenis ini mewakili sebagian besar dari industri leasing dan paling banyak ditemui. Perusahaan leasing ini berdiri sendiri atau independent dari supplier. Perusahaan memiliki kebebasan untuk menggunakan lebih dari satu pemasok (supplier) dalam memenuhi permintaan lessee.

Gambar Independent Leasing Company
Keterangan:
  1. Pihak lessee membutuhkan barang modal dan menghubungi perusahaan leasing. Kontrak leasing dibuat untuk mengikat kerja sama antara pihak lessee dengan lessor.
  2. Pihak lessor mencari supplier untuk memenuhi kebutuhan barang modal. Lessor memebeli barang modal dan melakukan pembayaran pada supplier.
  3. Sesuai dengan kontrak leasing, pihak lessee akan melakukan pembayaran angsuran kepada pihak lessor.
2.      Captive Lessor
Ketika supplier mendirikan perusahaan leasing maka terjadilah captive lessor. Pihak supplier melakukan tindakan ini dengan harapan dapat meningkatkan jumlah penjualan produksinya. Captive lessor sering juga disebut dengan two party lessor dengan pihak pertama adalah supplier dan anak perusahaannya (perusahaan leasing), dan pihak keduanya adalah lessee.

Gambar Captive Lessor
Keterangan :
  1. Pihak lesse membutuhkan barang modal dan menghubungi perusahaan leasing. Kontrak leasing dibuat untuk mengikat kerja sama antara pihak lesse dengan lessor.
  2. Pihak lessor menghubungi perusahaan induk untuk memnuhi kebutuhan barang modal.
  3. Sesuai dengan kontrak leasing, pihak lesse akan melakukan pembayaran angsuran pada pihak lessor.
3.      Lease Broker atau Packager
Lease broker merupakan pihak perantara yang menghubungkan lessor dengan lesse. Lease broker tidak memiliki barang modal untuk disewakan. Perusahaan ini menawarkan jasa tertentu dalam usaha leasing sesuai dengan kebutuhan lessor dan lesse. Lesse menghubungi lease broker ketika memerlukan jasa perusahaan leasing. Lease broker kemudian akan mencari perusahaan leasing yang tepat dan menghubungkan antara lessor dengan lesse.

Gambar Lease Broker atau Packager

2.5  Perjanjian Leasing
Seperti dalam perjanjian lainnya maka dalam leasing juga ada kesepakatan perjanjian yang harus dipahami. Perjanjian ini melibatkan lessor (pihak yang menyewakan) dan lessee (pihak yang menerima sewa). Antara lessee dan lessor  di dalam perjanjian leasing dapat mengadakan kesepakatan dalam hal menetapkan besar dan banyaknya angsuran sesuai dengan kemampuan lessee.
Sebuah perjanjian sebaiknya dibuat tertulis atau di atas hitam dan putih dengan melibatkan akta autentik. Dengan tujuan agar itu menjadi ikatan yang kuat dan mengikat secara hukum. Dan itu juga berlaku dalam hal perjanjian leasing (Fahmi, 2014: 145-146).
Isi kontrak yang dibuat secara umum memuat antara lain:
1.      Nama dan alamat lessee
  1. Jenis barang modal diinginkan
  2. Jumlah atau nilai barang yang dileasingkan
  3. Syarat syarat pembayaran
  4. Syarat-syarat kepemilikan atau syarat lainnya
  5. Biaya-biaya yang dikenakan
  6. Sangsi-sangsi apabila lessee ingkar janji
  7. Dan lain-lainnya
Jika seluruh persyaratan sudah disetujui, maka pihak lessor akan menghubungi supplier untuk negosiasi barang dan menghubungi pihak asuransi untuk menanggung risiko kemacetan pembayaran oleh lessee. Namun, dalam praktiknya dapat pula sebelum nasabah mengajukan pemohonan ke perusahaan leasing, pihak lessee terlebih dahulu melakukan negosiasi dengan suppliernya, kemudian barulah mencari perusahaan leasing yang akan menjadi lessornya (Kasmir, 2007: 245).

2.6  Prosedur Permohonan Leasing
Setiap permohonan yang diajukan oleh pihak lessee haruslah langsung ke pihak lessor, baik secara lisan maupun tertulis, kemudian oleh pihak lessor akan dipelajari secara seksama sehingga pada akhirnya nanti tidak akan merugikan pihak lessor akibat terjadi kesalahan analisis (Kasmir, 2007: 264).
Prosedur permohonan fasilitas leasing oleh lesse kepada lessor (Kasmir, 2007: 264-266) secara umum sebagai berikut:
1.      Pihak lessee mengajukan permohonan untuk memperoleh fasilitas suatu barang modal baik secara lisan maupun tertulis.
2.      Pihak lessor akan meneliti maksud dan tujuan permohonan lessee.
Penelitian tentang kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan. Jika masih ada dokumen atau informasi yang kurang, pemohon diminta untuk melengkapinya selengkap mungkin. Kelengkapan dokumen tersebut antara lain sebagai berikut:
a.    Mengajukan permohonan secara tertulis kepada pihak leasing, yang berisi antara lain maksud dan tujuan mengajukan leasing serta cara pembayarnnya.
b.   Akte pendirian perusahaan jika lessee berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau yayasan.
c.    KTP dan kartu keluarga jika lessee berbentuk perseorangan.
d.   Laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) 3 tahun terakhir jika lessee berbentuk PT.
e.    Slip gaji  dan bukti penghasilan lainnya jika lessee berbentuk perseorangan.
f.    NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) baik untuk perorangan maupun perusahaan.
3.      Jika dokumen yang dibutuhkan sudah lengkap, maka pihak lessor memberikan informasi tentang persyaratan dalam perjanjian kontrak antara lessee dengan lessor, termasuk hak dan kewajibannya masing-masing.
4.      Pihak lessor akan mengadakan penelitian dan analisis terhadap informasi dan data yang diberikan lessee dengan cara :
a.   Penelitian data untuk mengukur kemampuan dan kemauan lessee membayar kembali. Penelitian ini dapat dilakukan dengan 5 C, yaitu : character, capacity, capital, conditional dan colleteral.
b.   Meneliti langsung ke lokasi lessee berada (on the spot).
c.    Meneliti ke lokasi di mana lessee punya hubungan.
5.      Penelitian dilakukan untuk mengukur kemampuan nasabah membayar dan kemauan untuk membayar dengan disertai kebenaran informasi dan data yang ada di lapangan. Dari hasil penelitian dapatlah ditarik tiga kesimpulan yaitu:
a.       Menolak permohonan lessee dengan alasan tertentu.
b.      Masih dipertimbangkan dengan catatan ditunda atau permohonan belum dapat diproses sampai jangka waktu tertentu dengan berbagai alasan.
c.       Menerima permohonan lessee karena telah sesuai dengan keinginan lessor.
6.      Jika permohonan lessee telah diterima pihak lessor, maka pihak lessor mengadakan pertemuan dengan pihak lessee, tentang persyaratan yang harus dipenuhi antara lain penandatanganan surat perjanjian serta biaya-biaya yang harus dibayar oleh lessee.
7.      Pihak lessee membayar sejumlah kewajibannya dan menandatangani surat perjanjian antara lessee dengan lessor.
8.      Pihak lessor melakukan  pemesanan kepada supplier sesuai dengan barang yang diinginkan lessee dan membayar sesuai dengan perjanjian dengan pihak supplier.
9.      Pihak lessor juga menghubungi serta membayar premi asuransi yang sudah disetor lessee sebelumnya kepada pihak lessor.
10.  Pihak supplier mengirim barang sesuai dengan surat pesanan dan surat bukti pembayaran yang telah dilakukan oleh lessor.
11.  Pihak lessor juga mengirim polis asuransi kepada lessee setelah diterbitkan oleh pihak lessor atas nama lessee.
Dalam praktiknya setiap permohonan fasilitas leasing oleh lessee, maka prosedur dan persyaratan yang ditetapkan oleh perusahaan leasing berbeda antara satu dan lainnya. Hal ini sesuai dengan kepentingan perusahaan leasing itu sendiri dan secara umum memang prosedur dan persyaratannya tidak jauh berbeda seperti yang telah diuraikan diatas (Kasmir, 2007: 267).

2.7  Sangsi-Sangsi
Seperti Jenis pinjaman lainnya, bahwa tidak semua pinjaman berjalan mulus atau berjalan sesuai dengan prosedur yang ada, sekalipun sudah melalui prosedur yang benar.  Hal ini disebabkan oleh banyak faktor. Demikian pula dengan perusahaan leasing, di mana tidak semua barang modal yang dibiayai akan terlunasi sesuai dengan rencana. Oleh karena itu, perlu ada tindakan lebih lanjut bagi lessee jika lalai berupa sangsi-sangsi yang telah disepakati (Kasmir, 2007: 267).
Sangsi-sangsi yang diberikan pihak lessor kepada pihak lessee apabila lessee ingkar janji atau tidak memenuhi kewajibannya kepada pihak lessor sesuai dengan  perjanjian yang telah disepakati (Kasmir, 2007: 267) adalah sebagai berikut :
  1. Berupa teguran lisan supaya segera melunasi.
  2. Jika teguran lisan tidak digubris, akan diberikan teguran tertulis.
  3. Dikenakan denda sesuai dengan perjanjian.
  4. Penyitaan barang yang dipegang oleh lessee.

2.6  Fleksibilitas Dalam Leasing
Aktivitas sewa guna usaha memberikan banyak kemudahan dan fleksibilitas bagi pihak lessee. Fleksibilitas tersebut dapat dilakukan dengan membuat skema-skema khusus dalam pembiayaan sewa guna usaha (Triandaru dan Budisantoso,2006: 199-200), antara lain:
1.      Step Lease
Step lease adalah suatu kontrak leasing yang memungkinkan pihak lessee melakukan pembanyaran baik dalam rangka untuk meningkatkan (step up lease) maupun untuk mengurangi atau menurunkan (step down lease) jangka waktu leasing guna mengatasi keterbatasan arus kas lessee.
2.      Skipped Payment Lease
Skipped payment lease adalah perjanjian atau kontrak leasing  yang menghendaki pihak lessee untuk melakukan pembanyaran selama periode atau bulan-bulan tertentu tahunnya.
3.      Swap Lease
Swap lease memungkinkan lessee untuk melakukan penukaran atas barang yang disewa apabila barang tersebut mengalami kerusakan dan atau memerlukan perbaikan dan penggantian komponen tertentu, di mana penukaran dengan barang lain yang sejenis selama barang tersebut diservis untuk menghindari penambahan biaya pemeliharaan dan penundaan.
4.      Upgrade Lease
Upgrade lease memberikan pilihan yang lebih fleksibel bagi lessee ynag memungkinkan untuk meminta tambahan barang leasing guna meningkatkan kapasitas atau efisiensi.
5.      Master Lease
Lessor memberikan lessee line credit yang memungkinkan lessee untuk menambah barang atau peralatan untuk disewa (sampai dengan maksimum jumlah dan dengan periode tertentu), dengan persyaratan yang sama seperti kontrak sebelumnya tanpa perlu dilakukan negosiasi dan perjanjian kontrak leasing baru.
6.      Short Term Or Experimental Lease
Perjanjian atau kontrak leasing kadang-kadang dilakukan dengan jangka waktu yang relatif pendek atau diberikan masa percobaan penggunaan barang yang disewa. Selama jangka waktu tersebut lessee akan memutuskan apakah barang tersebut akan disewa sampai jangka waktu yang diinginkan dan yang lebih penting, apakah barang tersebut memberikan dan meningkatkan keuntungan lessee  atau tidak. Hal ini akan menghilangkan risiko spekulasi bagi lessee dalam usaha memperoleh suatu barang atau aset.


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Sewa guna usaha atau leasing secara umum perjanjian antara lessor (perusahaan leasing) dengan lesse (nasabah) di mana pihak lessor menyediakan barang dengan hak penggunaan oleh lessee dengan imbalan pembanyaran sewa untuk jangka waktu tertentu.
Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi leasing ada lessor, lessee, supplier (pemasok), bank dan asuransi.
kegiatan leasing dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melakukan sewa guna usaha dengan hak opsi bagi lessee (finance lease) dan melakukan sewa guna usaha dengan tanpa hak opsi bagi lessee (operating lease).
Perusahaan leasing dalam menjalankan kegiatan usahanya dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu independent leasing company, captive lessor dan lease broker atau packager.
Perjanjian dalam leasing melibatkan lessor (pihak yang menyewakan) dan lessee (pihak yang menerima sewa). Antara lessee dan lessor  di dalam perjanjian leasing dapat mengadakan kesepakatan dalam hal menetapkan besar dan banyaknya angsuran sesuai dengan kemampuan lessee.
Prosedur permohonan leasing yang diajukan oleh pihak lessee haruslah langsung ke pihak lessor, baik secara lisan maupun tertulis, kemudian oleh pihak lessor akan dipelajari secara seksama sehingga pada akhirnya nanti tidak akan merugikan pihak lessor akibat terjadi kesalahan analisis.
Sangsi-sangsi yang dikenakan kepada pihak lessee yang tidak memenuhi kewajibannya kepada pihak lessor sesuai dengan kesepatan akad yakni berupa teguran lisan supaya segera melunasi, jika teguran lisan tidak digubris, akan diberikan teguran tertulis, dikenakan denda sesuai dengan perjanjian dan penyitaan barang yang dipegang oleh lessee.
Fleksibilitas dalam pembayaran leasing ialah step lease, skipped payment lease, swap lease, upgrade lease, master lease dan short term or experimental lease.


                                          DAFTAR PUSTAKA

Fahmi, Irham. 2014. Bank & Lembaga Keuangan Lainnya Teori dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta
Kasmir. 2007. Bank & Lembanga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Lestari, Murti. 2016. Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka
Triandaru, Sigit dan Totok Budisantoso. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat



LAMPIRAN

Soal dan jawaban hasil presentasi makalah Leasing (sewa guna usaha), yakni sebagai berikut :
1.      Fleksibilitas leasing yang berkaitan dengan upgrade leasing, dimana diperbolehkan untuk mengganti dengan barang yang lebih update. Apakah tidak akan merugikan pihak lessor?
(Nadia Ulfiyani : Kelompok 4)
Jawaban
Menurut saya hal tersebut tidak merugikan pihak lessornya, karena jika pihak lesseenya ingin menukar barangnya dengan barang yang lebih up to date maka pihak lesser juga harus menambahkan uangnya, seperti halnya kredit motor. Dengan adanya fleksibelitas dalam pembayaran leasing upgrade lease ini malah semakin mempermudah pihak lessee untuk memperoleh barang yang lebih baru. Dan pihak lessor akan memperoleh keuntungan dari selisih daftar harga barang tersebut.
Nah, disini dapat kita simpulkan jika pihak lessor yang memberikan kemudahan kepada pihak lessee dalam segi pembayaran leasing upgrade lease tidak akan mengalami kerugian. Karena semua prosedurnya sudah diatur dengan benar dan sesuai dengan akad perjanjian atau kontrak antara pihak lessee dengan pihak lessor.

2.   Sebutkan contoh dari perusahaan leasing dan apakah terdapat riba dalam kegiatan leasing?, dan bagaimana jika perusahaan leasing tidak ada asuransinya?
(Dedek Wirda dan Ina Aulia : Kelompok 8)
Jawaban
Banyak sekali contoh perusahan leasing yang terdapat di Indosesia, seperti Adira Finance, SOF (Summit Oto Finance), FIF (Federal International Finance), ACC (Astra Credit Company), BAF (Busan Auto Finance), dan termasuk juga bank-bank yang menyediakan jasa pembiayaan (finance).
Berkaitan dengan riba, tentu terdapat riba dalam leasing konvensional. Karena dalam kegiatan leasing konvensional menerapkan bunga sebagai imbalan jasa. Namun dalam sistem pembiayaan syariah lebih dikenal dengan sebutan ijarah dan dalam mekanisme kerjanya tidak menggunakan bunga sebagai imbalan jasa. Ijarah menggunakan imbalan jasa yang biasa disebut dengan ujrah (upah) yang jauh berbeda dengan pengambilan riba.
Berkaitan dengan asuransi dalam perusahaan leasing sangatlah penting sebagai penjamin atas kerugian yang mungkin diterima oleh pihak lessor. Pihak lessor menghubungi pihak asuransi untuk menanggung resiko kemacetan pembayaran oleh lessee dan yang menyetorkan premi asuransi adalah pihak lessee. Namun jika pihak lessor tidak menggunakan asuransi, pastinya mereka akan memberikan persyaratan-persyaratan yang lebih ketat untuk menjamin resiko kerugian yang mungkin terjadi.

3.      Apakah ada aturan yang ketat dalam hak opsi pada leasing?
(Buleun Tarifah M : Kelompok 2)
Jawaban
Opsi merupakan hak Lessee untuk membeli barang modal atau memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa-guna-usaha. Penggunaan hak opsi pada akhir jangka waktu dalam perjanjian Sewa Guna Usaha (Leasing) disebut juga sebagai Finance Leasing.
Berikut adalah aturan atau kriteria yang harus dipenuhi dalam hak opsi:
a.    Jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor;
b.   Masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan;
c.    Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

4.      Berikan satu contoh perusahaan yang menerapkan lease broker atau packager?
(Miftahul Jannah : Kelompok 7)
Jawaban
Beberapa contoh perusahaan yang menerapkan sistem lease broker atau packager antara lain : Perusahaan Era, Mentari, Ray white, dan lain-lain. Disini kami akan menjelaskan salah satu perusahaan tersebut, yaitu perusahaan Mentari yang merupakan perusahaan penyedia jasa di bidang properti. Dalam hal ini perusahaan mentari hanya sebagai perantara yang menghubungkan antara lessor dengan lessee, namun perusahaan tersebut tidak memiliki barang modal (properti) nya.

No comments:

Post a Comment