Thursday, November 29, 2018

Makalah Etika Bisnis Dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Perkembang industri di era global ini memunculkan banyak dampak baik itu positif ataupun negatif. Dampak positif dari adanya program pembangunan industri dalam suatu wilayah adalah terserapnya para sumber daya manusia yang ada di wilayah tersebut. Sedangkan dampak negatifnya adalah terjadi eksternalitas yang dihasilkan oleh perusahaan terhadap lingkungan masyarakat sekitar. Diantaranya adalah terciptanya dampak negatif yang dapat membuat masyarakat sengsara akibat dari program pembangunan yang dilakukan perusahaan.
Menyikapi permasalah ini maka dirasa perlu adanya tanggung jawab sosial perusahan terhadap masyarakat yang perlu diberikan oleh perusahaan sebagai hasil dari imbal jasa yang perusahaan dapatkan atas eksplorasi dari wilayah tersebut. Namun, dalam realisasinya tidak semudah yang dibayangkan, di mana, dalam persaingan industri global, perusahaan berupaya untuk mengalokasikan biaya serendah mungkin guna mendapatkan keuntungan semaksimalkan mungkin agar mampu bertahan dalam ketatnya persaingan global. Oleh karenanya, pemberian tanggung jawab sosial dirasa kurang cocok bagi perusahaan karena dapat menambah biaya produksi yang berdampak pada sedikitnya keuntungan yang perusahaan dapatkan.
Meskipun demikian, terdapat berbagai desakan dari para organisasi dan serikat yang menuntut adanya tanggung jawab sosial perusahaan sebagai bentuk hasil dari kontrak sosial antara perusahaan dengan masyarakat. Tuntutan ini bukanlah sebuah tututan sederhana begitu saja, sebab perusahaan atau organisasi memiliki tanggung jawab atas apa yang mereka lakukan yang dampaknya dirasakan oleh masyarakat. Selanjutnya, tanggung jawab sosial perusahaan yang diterapkan dapat berdampak pada keberlanjutan perusahaan. Artinya, terdapat inovasi yang dilakukan oleh perusahaan guna menciptakan produk yang sekaligus memiliki aspek tanggung jawab sosial perusahaan seperti penggunaan teknologi dan bahan yang ramah lingkungan dan lain sebagainya.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
  1. Apa yang dimaksud dengan etika dan model etika dalam perusahahaan?
  2.  Bagaimana upaya melegislasikan etika dalam perusahaan?
  3.  Mengapa kode etik dan deskripsi etika SDM penting?
  4. Bagaimana deskripsi profesionalisasi MSDM?
  5. Bagaimana konsep tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat?
  6. Bagiamana hubungan stakeholder dan kontrak sosial?
  7. Dapatkah program tanggung jawab sosial perusahaan di implementasikan?
1.3    Tujuan Penulisan
  1.  Untuk mengetahui apa itu etika dan model etika dalam perusahaan.
  2.   Untuk mengetahui upaya melegislasikan etika dalam perusahaan.
  3. Untuk mengetahui pentingnya kode etik dan deskripsi etika SDM.
  4.  Untuk mengetahui deskripsi profesionalisasi MSDM.
  5.  Untuk mengetahui konsep tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat.
  6. Untuk mengetahui hubungan stakeholder dan kontrak sosial.
  7.  Untuk mengetahui bagaimana program tanggung jawab sosial perusahaan diimplementasikan.
1.4    Manfaat Penulisan
  1. Membantu mahasiswa untuk menambah pengetahuan tentang etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan.
  2. Membantu mahasiswa dan pembaca lainnya untuk sadar pentingnya mempelajari etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan.
  3. Menyelesaikan tugas mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Manusia.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Mendeskripsikan Etika Dan Model Etika
2.1.1 Mendeskripsikan Etika
Menurut Mondy (2016) etika adalah disiplin yang berhubungan dengan apa yang baik dan buruk, benar dan salah, atau dengan dan kewajiban tanggung jawab moral. Etika kadang-kadang mungkin tampak rumit karena bisnis diciptakan untuk menghasilkan laba jangka pendek, yang berpotensi bertentangan dengan perilaku etis. Saat ini sebagian besar eksekutif memiliki pandangan yang berbeda dalam integritas dan nilai etis yang memiliki tempat penting dalam bisnis dan harus membentuk fondasi budaya perusahaan. Sayangnya, beberapa perusahaan dan individu masih berperilaku tidak etis, mungkin, karena etika bergerak ke belakang, sementara eksekutif fokus pada apa yang mereka yakini sebagai masalah yang lebih penting.
Tujuan etika adalah mengindentifikasi aturan yang mengatur perilaku orang-orang dan barang-barang yang layak dicari. Keputusan etika ditentukan oleh nilai-nilai yang mendasari seseorang. Nilai adalah dasar dari kelakuan, seperti perhatian, jujur, menepati janji, berusaha untuk unggul, loyal, adil, berintegritas, menghormati sesama, dan bertanggung jawab dalam bernegara. Kebanyakan orang akan setuju bahwa seluruh nilai ini merupakan panduan perilaku yang baik. Namun, etika akan menjadi persoalan yang semakin rumit ketika sebuah setuasi mengharuskan suatu nilai melampuai nilai yang lain. Etika (ethics) adalah sistem aturan yang mengatur tatanan nilai-nilai (Batemen dan Scott, 2008).
Sebuah permasalahan etis (ethical issue) adalah situasi, masalah, atau kesempatan ketika seseorang harus memilih antara beberapa tindakan yang harus dievaluasi secara moral benar atau salah. Permasalahan etis muncul dalam setiap tahapan kehidupan, khususnya pada etika bisnis. Etika bisnis terdiri atar prinsip dan standar moral yang dijadikan pedoman bagi perilaku dunia bisni (Batemen dan Scott, 2008) .
 Secara terperinci etika dibagi menjadi 2 (dua) tipe yakni: pertama, etika tipe I adalah kekuatan hubungan antara apa yang individu atau organisasi yakini dengan apa yang sumber-sumber panduan yang ada dinyatakan sebagai benar secara moral. Dan kedua, etika tipe II adalah kekuatan hubungan antara apa yang seseorang yakini dengan bagaimana ia berperilaku. Secara umum, seseorang tidak dianggap memiliki sifat etis kecuali ia memiliki kedua tipe etika tersebut (Mondy, 2016).

2.1.2        Model Etika

Model etika di atas menunjukkan bahwa sebagian besar etika terdiri dari dua hubungan, yang ditunjukkan oleh panah horisontal tebal. Orang atau organisasi dianggap etis jika hubungan-hubungan tersebut kuat dan positif. Perhatikanlah bahwa unsur pertama dari model tersebut adalah sumber-sumber panduan etis. Seseorang bisa menggunakan sejumlah sumber untuk menetukan apa yang benar atau salah, baik atau buruk, bermoral atau tidak bermoral. Sumber-sumber tersebut mencakup kitab-kitab suci yang kita gunakan. Hal tersebut juga mencakup kata hati seseorang yang dipercaya orang banyak bahwa kata hati adalah anugrah dari tuhan juga tradisi yang berkembang dimasyarakat.
Sumber-sumber panduan etis harus menciptakan kepercayaan atau keyakinan mengenai apa yang benar atau salah. Para individu haru mempedulikan apa yang benar dan apa yang salah dan tidak hanya peduli dengan apa yang menguntungkan saja. Kekuatan hubungan antara apa yang individu atau organisasi yakini sebagai bermoral dan benar dengan apa yang sumber-sumber panduan etis yang menyatakan benar secara moral adalah Etika Tipe I.
Sebagai contoh, anggaplah seorang manajer bersikeras tidak mempekerjakan kaum minoritas, lepas dari kenyataan bahwa hampir semua orang mengecam praktik tersebut. Orang tersebut tidak etis, namun mungkin hanya dalam makna Tipe I. Gambar di atas mengilustrasikan bahwa Etika Tipe II adalah kekuatan hubungan antara apa yang seseorang yakini dengan bagaimana ia berperilaku.

2.2    Upaya Melegislasikan Etika
Banyak yang berpendapat bahwa etika tidak dapat disahkan, di mana, setidaknya terdapat empat upaya untuk mengatur etika bisnis sejak akhir 1980-an. Di antaranya, Procurement Integrity Act  pada tahun 1988 melarang rilis oleh pegawai pemerintah dari pemilihan sumber dan kontraktor (untuk sebuah bisnis yang melakukan kotrak dengan pemerintah untuk menyediakan barang dan jasa) dalam bentuk tawaran dan atau proposal informasi. Di mana, dalam proposal informasi tersebut terkandung tawaran mengenai tingkat upah karyawan dan informasi kepemilikan tentang proses bisnis kontraktor.
Selanjutnya, Federal Sentencing Guidelines for Organization Act tahun 1992 menguraikan kriterian pelatihan etika yang efektif dan menjelaskan tujuh persyaratan minimum untuk program untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran. Dalam hukum itu rekomendasi mengenai standar, pelatihan  etika, dan sistem untuk secara anonim melaporkan perilaku tidak dapat diterima. Eksekutif seharusnya respon-jawab untuk itu kesalahan dari orang-orang yang lebih rendah dalam organisasi. Jika eksekutif yang proaktif dalam upaya mereka untuk mencegah kejahatan kerah putih, itu akan mengurangi hukuman atas mereka dan mengurangi kewajiban. Organisasi merespon dengan menciptakan posisi etika petugas, menginstal etika, dan mengembangkan kode etik.
Selanjutnya, upaya ketiga adalah The Corporate and Auditing Accountability, Responsibility and Transparency pada tahun 2002 yang dikriminalisasi banyak tindakan perusahaan yang sebelumnya diturunkan ke berbagai struktur regulasi. Dikenal sebagai Undang-Undang Sarbanes-Oxley, fokus utamanya adalah untuk memperbaiki akuntansi dan pelaporan keuangan  pelanggaran dalam terang skandal perusahaan. Sarbanes-Oxley Act dimaksudkan untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi konflik dengan mengharuskan persetujuan awal audit komite tingkat untuk layanan di perusahaan yang mereka audit dan menegakkan kode etik pada manajemen senior keuangan klien.
Selanjutnya, The fourth, the Dodd–Frank Wall Street Reform and Consumer Protection pada tahun 2010 ditandangani undang-undang, tindakan ini disebabkan oleh krisis keuangan terburuk sejak Depresi Besar, yang mengakibatkan hilangnya 8 juta pekerjaan, gagal bisnis, penurunan harga perumahan, dan dihapuskan tabungan pribadi dari banyak pekerja. Ketika krisis keuangan maju, menjadi jelas bahwa kompensasi eksekutif memainkan peran utama dalam sektor jasa keuangan serta pasar modal setelah runtuhnya perusahaan jasa investasi seperti Lehman Brothers, Merrill Lynch, Bear Stearns, dan AIG.

2.3    Pentinya Kode Etik dan Deskripsi Etika Sumber Daya Manusia
2.3.1   Kode Etik
Kode etik berfungsi untuk membangun aturan hidup dalam organisasi. Kode etik mengatur mengenai apa yang baik dan tidak baik bagi karyawan didalam perusahaan atau organisasi agar mampu tersingkronasi untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini manajer SDM dapat membantu mendorong diterapkannya budaya etis dalam perusahaan.
Ada banyak macam kode etik. Contoh yang sangat bagus dari kode etik adalah yang dikembangkan oleh Society for Human Resource Management (SHRM). Ketentuan-ketentuan utama dalam SHRM mencakup tanggung jawab profesional, pengembangan profesional, kepemimpinan etis, keadilan dan kebenaran, konflik kepentingan dan pengguna informasi.

2.3.2 Deskripsi Etika Sumber Daya Manusia
Etika sumber daya manusia adalah penerapan prinsip-prinsip etis untuk hubungan dan kegiatan HR. Hal ini sangat penting bahwa profesional HR mengetahui praktek-praktek yang dapat diterima dan tidak dapat diterima dan bekerja untuk memastikan bahwa anggota organisasi juga memiliki kesadaran ini dalam berhubungan dengan orang lain.
Profesional HR dapat membantu menumbuhkan budaya etis, artinya lebih dari sekedar kode etik dalam bentuk poster yang tertempel di  dinding. Sebaliknya, karena pekerjaan utama para profesional HR berurusan dengan orang-orang, mereka harus membantu untuk menanamkan praktek etika ke dalam budaya perusahaan. Nilai-nilai tersebut harus jelas dikomunikasikan kepada seluruh karyawan, secara terus-menerus, dimulai dengan proses wawancara, diperkuat selama orientasi karyawan, dan secara teratur dilakukan selama review kinerja, upacara publik, perayaan, dan penghargaan. Mereka perlu untuk membantu membangun lingkungan di mana karyawan di seluruh organisasi bekerja untuk mengurangi penyimpangan etika. Dasar etis yang dibangun oleh profesional HR  mengarahkan karyawan menuju pembentukan kredibilitas seluruh organisasi.
Salah satu cara untuk sebuah perusahaan untuk menciptakan dan mempertahankan budaya etis adalah untuk mengaudit etika,  seperti sebuah perusahaan audit keuangannya setiap tahun. Audit etika hanyalah sebuah proses yang sistematis, independen, dan terdokumentasi untuk memperoleh bukti tentang status budaya ethi-cal organisasi. Dibutuhkan melihat lebih dekat budaya etis suatu perusahaan bukan hanya memungkinkan untuk tetap teruji. Budaya etis terdiri dari faktor-faktor seperti kepemimpinan etis, akuntabilitas, dan nilai-nilai. Iklim dengan manajemen puncak merupakan dasar untuk budaya etika perusahaan. Kepemimpinan etis dimulai dengan dewan direksi CEO, manager, supervisor, dan karyawan. Membangun budaya etis yang berlangsung memerlukan landasan praktek yang terus bahkan ketika para pemimpin berubah.  Tujuannya adalah untuk membatasi dampak lingkungan negatif dari perusahaan mereka sebanyak mungkin dengan menerapkan konsep praktek terbaik untuk aktivitas sehari-hari mereka.

2.4    Mendeskripsikan Profesionalisasi MSDM
Sebuah profesi adalah pekerjaan yang dicirikan dengan keberadaan seperangkat pengetahuan bersama dan sebuah prosedur untuk mensertifikasi para anggota. Standar-standar kinerja ditetapkan oleh para anggota dari profesi yang bersangkutan dan bukan oleh pihak luar; jelasnya, profesi diatur oleh dirinya sendiri (self-regulated).
Karakteristik-karakteristik tersebut diterapkan pada bidang sumber daya manusia, dan sejumlah organisasi terkemuka melayani profesi tersebut. Di antara organisasi terkemuka tersebut yang paling dikenal (Wondy, 2009), adalah :
a.    Society for Human Resource Management (SHRM)
Organisasi profesional nasional terbesar untuk para individu yang terlibat dalam semua bidang manajemen sumber daya manusia adalah Society for Human Resource Management (SHRM). Tujuan dasar perkumpulan ini mencakup mendefinisikan, memelihara, memperbaiki fungsi MSDI.
SHRM menerbitkan jurnal bulanan, HR magazine dan surat kabar bulanan, HR News. Anak organisasi utama SHRM, Recruiting & Staffing Focus Area (dulunya EMA), menawarkan informasi mendalam atas isu-isu yang berkenaan dengan penyediaan kerja dan pemeliharaan, sementara SHRM menawarkan cakupan yang lebih luas dari isu-isu SDM.

b.    Human Resource Certification Institute (HRCI)
Salah satu perkembangan paling signifikan dalam bidang MSDM adalah terbentuknya Human Resource Certification Institute (HRCI), sebuah afiliasi dari SHRM. Didirikan pada 1976, tujuan HRCI adalah mengakui para profesional sumber daya manusia melalui suatu program sertifikasi. HRCI menawarkan tiga sertifikasi untuk para profesional SDM yaitu PHR (Professional in Human Resources), SPHR (Senior Professional in Human Resources), dan GPHR (Global Professional in Human Resources).
Sertifikasi mendorong para profesional sumber daya manusia memperbarui pengetahuan dan keterampilan mereka secara terus menerus. Sertifikasi tersebut memberikan pengakuan bagi para profesional yang telah memenuhi level pelatihan dan pengalaman kerja yang diminta.

c.    American Society for Training and Development (ASTD)
Didirikan pada 1944, American Society for Training and Development (ASTD) adalah asosiasi terbesar di dunia yang didedikasikan pada pembelajaran tempat kerja dan para profesional kinerja. Tujuh puluh ribu anggota dan mitra ASTD berasal dari lebih dari 100 negara dan ribuan organisasi. Keanggotaannya terdiri dari para individu yang memiliki minat khusus pada pelatihan dan pengembangan. Perkumpulan ini menerbitkan jurnal bulanan T+D Magazine. Sejumlah publikasi lainnya juga tersedia untuk membantu para anggotanya tetap mengikuti perkembangan dalam bidang tersebut.

d.        WorldatWork
WorldatWork didirikan pada 1955 sebagai American Compensation Association (ACA) dan kini memiliki keanggotaan diseluruh dunia melebihi 23.000 orang. Organisasi ini terdiri dari para profesional manajerial dan sumber daya manusia yang bertanggung jawab atas penyusunan, pelaksanaan, administrasi, atau penerapan dari praktik-praktik dan kebijakan-kebijakan kompensasi dalam organisasi mereka. WorldarWork berfokus pada disiplin-disiplin sumber daya manusia yang berhubungan dengan aktifitas menarik, mempertahankan, dan memotivasi karyawan.

2.5    Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan Keberlanjutan Perusahaan
Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) adalah sesuatu yang tersirat, ditegakkan, atau merasa kewajiban manajer, bertindak dalam kapasitas resmi mereka, untuk melayani atau melindungi kepentingan kelompok lain dari diri mereka sendiri. Keberlanjutan perusahaan berfokus pada kemungkinan pada dampak masa depan dari suatu organisasi pada masyarakat, termasuk kesejahteraan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dalam hal ini, CSR dan keberlanjutan perusahaan mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari kegiatan perusahaan pada masyarakat (Mondy, 2016).
CSR adalah model di mana tanggung jawab ekonomi, sosial, dan lingkungan yang terpenuhi secara bersamaan. Ketika sebuah perusahaan berperilaku seolah-olah memiliki hati nurani, hal ini dapat dikatakan sebagai bertanggung jawab secara sosial. CSR sangat pengaruh keseluruhan perusahaan pada masyarakat luas dan melampaui kepentingan pemegang saham. Ini adalah bagaimana sebuah perusahaan secara keseluruhan berperilaku terhadap masyarakat. Di banyak perusahaan, tanggung jawab sosial telah pindah dari bagus dilakukan menjadi harus melakukan. Semakin banyak perusahaan yang mengeluarkan CSR dan melaporkan secara detail yang lingkungan mereka, tenaga kerja, dan praktek perusahaan berikan kepada masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat. Beberapa perusahaan, seperti Burger King, telah menciptakan posisi direktur CSR.
Rupanya, perilaku yang bertanggung jawab secara sosial terbayar pada bottom line. Ketika CEO GE Jeffrey Immelt mengumumkan bahwa perusahaan akan dua kali lipat pengeluaran untuk penelitian teknologi hijau, itu tidak ada usaha besar untuk menyelamatkan planet ini; itu adalah contoh yang cerdik bisnis strategy. Tanggung jawab sosial juga telah berdampak pada proses perekrutan. Lulusan perguruan tinggi saat ini sering mencari perusahaan-perusahaan yang memiliki reputasi untuk  menjadi bertanggung jawab secara sosial, yang tidak sering terjadi di masa lalu. Bahkan, pencari kerja cenderung lebih tertarik kepada organisasi dikenal CSR.
Selanjutnya, Menurut Komisi Dunia tentang Lingkungan dan Keberlanjutan, definisi sempit keberlanjutan “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.” keberlanjutan perusahaan dapat dianggap sebagai sebuah bisnis dan investasi pendekatan yang berusaha untuk menggunakan praktik bisnis terbaik untuk memenuhi kebutuhan pemegang saham saat ini dan masa depan. Profesional HR memainkan peran penting dalam mempromosikan tujuan keberlanjutan perusahaan. Menggunakan keahlian mereka menuju akhir ini. Hari ini berkaitan dengan bagaimana keputusan organisasi dapat mempengaruhi masyarakat dan lingkungan secara keseluruhan. Pada dasarnya ini adalah tentang bagaimana sebuah perusahaan menangani bisnisnya sementara memahami bagaimana keputusan ini dapat mempengaruhi orang lain. Salah satu bisa memikirkan keberlanjutan perusahaan dalam arti bisnis menyediakan keuntungan jangka panjang. Dengan demikian, keberlanjutan harus menjadi bagian mendasar dari strategi bisnis, pengembangan produk, pengembangan bakat, dan investasi modal. Beberapa organisasi telah menekankan pentingnya keberlanjutan perusahaan dengan mendirikan posisi kepala keberlanjutan.
Keberlanjutan juga telah menjadi sangat populer bagi perusahaan yang beroperasi di ENVI-ronment global. Baru-baru ini, divisi Jerman Danone beralih ke plastik yang terbuat dari tanaman (bukan minyak) untuk Activia yogurt kemasan yang dijual di Jerman. Coca-Cola Enterprises di Inggris telah mengurangi emisi karbon dengan 470.000 ton, yang merupakan sekitar sepertiga dari target yang 2020 nya. Hal ini juga daur ulang 99 persen dari limbah pabrik itu menghasilkan, dengan lima dari enam lokasi produksi mengirimkan zero waste ke tempat pembuangan sampah. Pemimpin polystyrene global Styron LLC memiliki lebih dari 2.000 karyawan di 20 pabrik di seluruh dunia dengan penjualan tahunan sebesar $ 5 miliar. Ini dimulai setiap pertemuan perusahaan dengan topik keberlanjutan. Bonus karyawan terikat dalam untuk memenuhi tujuan keberlanjutan. Baru-baru ini, Styron memperkenalkan kelas daur ulang-konten dari polikarbonat pada pameran dagang  Chinaplas di Guangzhou, Cina. Renault bermitra dengan Veolia Environment untuk membangun nol-emisi dunia, 100-persen tanaman bergantung energi terbarukan pertama manufaktur mobil di Maroko.

2.6    Analisis Stakeholder dan kontrak sosial
Hetifah mendefenisikan bahwa stakeholder adalah individu, kelompok atau organisasi yang memiliki kepentingan, terlibat, atau dipengaruhi (secara postif maupun negatif) oleh kegiatan atau program pembangunan. Selanjutnya  Freeman mendefenisikan bahwa stakeholder merupakan kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi dan/atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan dari sebuah program (Hidayah, 2018).
Dalam hal ini para pemangku kepentigan baik itu kelompok maupun individu yang terlibat dalam suatu program diantaranya seperti: pemegang saham tunggal, para karyawan dan manajer, pengangguran, jaminan bank, para pemasok, bank lain yang sedaerah, perusahaan-perusahaan lokal, lembaga pemerintah lokal, pemerintah, para pesaing, para pelanggan, para tetangga, dan organisasi-organisasi amal. Di mana, keseluruhan para pemangku kepentingan secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi secara positif ataupun negatif oleh program pembangunan yang dilakukan olah suatu organisasi atau perusahaan.
Setiap perusahaan akan memiliki para stakeholder yang berbeda berdasarkan misi organisasi dan fokus upaya-upaya tanggung jawab sosialnya. Suatu pendekatan untuk analisis stakeholder melibatkan pertimbangan mengenai kontrak sosial. Kontrak sosial adalah sekumpulan aturan tertulis dan tidak tertulis serta asumsi-asumsi mengenai pola hubungan timbal balik yang dapat diterima diantara berbagai unsur masyarakat.
Sebagian besar kontrak sosial tertanam dalam kebiasaan masyarakat.  Fungsi dari kontrak sosial ini adalah menguatkan hubungan antara satu pihak dan pihak lainya sebagai hasil imbal balik dari kegiatan mempengaruhi dan dipengaruhi dari suatu program pembangunan. Kontrak sosial berkenaan dengan hubugan antara para individu, pemerintah, organisasi lain dan masyarakat.

2.7    Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Proses implementasi tanggung jawab sosial perusahaan di tengah persaingan global menimbulkan sebuah pertanyaan apakah tanggung jawab sosial perusahan dapat di implementasikan? Di mana, dalam upaya persaingan ini perusahaan dihadapkan dalam kondisi untuk berfokus pada memperoleh biaya produksi serendah mungkin. Permasalahan selanjutnya adalah tuntutan peningkatan upah karyawan yang terus mendesak perusahaan. Dalam hal ini, implementasi tanggung jawab sosial perusahaan dibutuhkan agar seseorang bertanggung jawab atas program dengan membangun sebuah struktur yang menaungi permasalahan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat.
Ada pengakuan yang berkembang di antara beberapa  terkemuka organisasi CSR global bahwa 15 tahun pertama dari upaya CSR belum menghasilkan hasil yang diinginkan, dan bahwa perubahan signifikan harus dilakukan jika CSR menjadi sesuatu yang lebih dari sebuah latihan mahal di “manajemen reputasi”. Namun, penelitian terbaru tidak sepenuhnya mendukung kesimpulan ini. Dalam studi tentang CSR global yang dilakukan selama breakdown ekonomi, 44 persen percaya bahwa  kebijakan CSR akan diterapkan lebih sering sebagai akibat dari krisis, 28 persen berpikir bahwa arti sebenarnya dari CSR akan berubah dalam rangka kondisi baru, dan 22 persen percaya bahwa krisis akan memiliki dampak negatif pada CSR.
Secara singkatnya, berikut langkah-langkah untuk mengimplementasikan program tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu:
a)        Seseorang harus diberi tangung jawab atas program tersebut dan sebuah struktur harus dibangun.
b)        Penilaian mengenai CSR perusahaan.
c)        Harapan dan persepsi pemegang saham.
d)       Pernyataan kebijakan yang meliputi bidang CSR.
e)        Tujuan perusahaan dan rencana tindakan implementasi.
f)         Sasaran dan indikator kinerja kuantitatif dan kualitatif.
g)        Memberitahu arah CSR ke stakeholder dan manajer dana.
h)        Penetapan kemajuan dari program CSR.
i)          Pelaporan kemajuan program CSR.








BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Etika adalah disiplin yang berhubungan dengan apa yang baik dan buruk, benar dan salah, atau dengan dan kewajiban tanggung jawab moral. Sementara tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) adalah sesuatu yang tersirat, ditegakkan, atau merasa kewajiban manajer, bertindak dalam kapasitas resmi mereka, untuk melayani atau melindungi kepentingan kelompok lain dari diri mereka sendiri
Etika dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) merupakan kunci keberlanjutan perusahaan dalam jangka panjang. Keduanya merupakan dua hal yang sama pentingnya dilakukan oleh perusahaan apapun bisnisnya. Program CSR yang dijalankan perusahaan harus dijalankan bersamaan dengan dijalankannya Etika Bisnis oleh perusahaan.
Perusahaan yang melaksanakan Tanggung Jawab Sosial belum tentu dapat menjalankan Etika Bisnis dengan baik, jika pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial itu disertai dengan motivasi yang tidak baik pula. Sebaliknya perusahaan yang melaksanakan Etika Bisnis dengan baik pasti juga akan melaksanakan Tanggung Jawab Sosialnya dengan baik. Jadi Etika Bisnis harus menjadi motor penggerak dilaksanakannya Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.


Daftar Pusaka

Mondy, R. Wayne. 2009.  Manajemen Sumber Daya Manusia. Erlangga: Jakarta
Batemen, Thomas S dan Scott A. Snell. 2008. Manajemen Kepemimpinan dan Kolaborasi dalam Dunia yang Kompetitif. Jakarta: Selemba Empat