BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Perkembang industri di
era global ini memunculkan banyak dampak baik itu positif ataupun negatif.
Dampak positif dari adanya program pembangunan industri dalam suatu wilayah
adalah terserapnya para sumber daya manusia yang ada di wilayah tersebut.
Sedangkan dampak negatifnya adalah terjadi eksternalitas yang dihasilkan oleh
perusahaan terhadap lingkungan masyarakat sekitar. Diantaranya adalah
terciptanya dampak negatif yang dapat membuat masyarakat sengsara akibat dari program
pembangunan yang dilakukan perusahaan.
Menyikapi permasalah
ini maka dirasa perlu adanya tanggung jawab sosial perusahan terhadap
masyarakat yang perlu diberikan oleh perusahaan sebagai hasil dari imbal jasa
yang perusahaan dapatkan atas eksplorasi dari wilayah tersebut. Namun, dalam
realisasinya tidak semudah yang dibayangkan, di mana, dalam persaingan industri
global, perusahaan berupaya untuk mengalokasikan biaya serendah mungkin guna
mendapatkan keuntungan semaksimalkan mungkin agar mampu bertahan dalam ketatnya
persaingan global. Oleh karenanya, pemberian tanggung jawab sosial dirasa
kurang cocok bagi perusahaan karena dapat menambah biaya produksi yang
berdampak pada sedikitnya keuntungan yang perusahaan dapatkan.
Meskipun demikian,
terdapat berbagai desakan dari para organisasi dan serikat yang menuntut adanya
tanggung jawab sosial perusahaan sebagai bentuk hasil dari kontrak sosial
antara perusahaan dengan masyarakat. Tuntutan ini bukanlah sebuah tututan
sederhana begitu saja, sebab perusahaan atau organisasi memiliki tanggung jawab
atas apa yang mereka lakukan yang dampaknya dirasakan oleh masyarakat.
Selanjutnya, tanggung jawab sosial perusahaan yang diterapkan dapat berdampak
pada keberlanjutan perusahaan. Artinya, terdapat inovasi yang dilakukan oleh
perusahaan guna menciptakan produk yang sekaligus memiliki aspek tanggung jawab
sosial perusahaan seperti penggunaan teknologi dan bahan yang ramah lingkungan
dan lain sebagainya.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang, yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
- Apa yang dimaksud dengan etika dan model etika dalam perusahahaan?
- Bagaimana upaya melegislasikan etika dalam perusahaan?
- Mengapa kode etik dan deskripsi etika SDM penting?
- Bagaimana deskripsi profesionalisasi MSDM?
- Bagaimana konsep tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat?
- Bagiamana hubungan stakeholder dan kontrak sosial?
- Dapatkah program tanggung jawab sosial perusahaan di implementasikan?
1.3
Tujuan
Penulisan
- Untuk mengetahui apa itu etika dan model etika dalam perusahaan.
- Untuk mengetahui upaya melegislasikan etika dalam perusahaan.
- Untuk mengetahui pentingnya kode etik dan deskripsi etika SDM.
- Untuk mengetahui deskripsi profesionalisasi MSDM.
- Untuk mengetahui konsep tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat.
- Untuk mengetahui hubungan stakeholder dan kontrak sosial.
- Untuk mengetahui bagaimana program tanggung jawab sosial perusahaan diimplementasikan.
1.4
Manfaat
Penulisan
- Membantu mahasiswa untuk menambah pengetahuan tentang etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan.
- Membantu mahasiswa dan pembaca lainnya untuk sadar pentingnya mempelajari etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan.
- Menyelesaikan tugas mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Manusia.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Mendeskripsikan
Etika Dan Model Etika
2.1.1 Mendeskripsikan Etika
2.1.1 Mendeskripsikan Etika
Menurut Mondy (2016) etika adalah disiplin yang berhubungan dengan apa yang baik dan buruk,
benar dan salah, atau dengan dan kewajiban tanggung jawab moral. Etika
kadang-kadang mungkin tampak rumit karena bisnis diciptakan untuk menghasilkan
laba jangka pendek, yang berpotensi bertentangan dengan perilaku etis. Saat ini
sebagian besar eksekutif memiliki pandangan yang berbeda dalam integritas dan
nilai etis yang memiliki tempat penting dalam bisnis dan harus membentuk
fondasi budaya perusahaan. Sayangnya, beberapa perusahaan dan individu masih
berperilaku tidak etis, mungkin, karena etika bergerak ke belakang, sementara
eksekutif fokus pada apa yang mereka yakini sebagai masalah yang lebih penting.
Tujuan etika adalah mengindentifikasi
aturan yang mengatur perilaku orang-orang dan barang-barang yang layak dicari.
Keputusan etika ditentukan oleh nilai-nilai yang mendasari seseorang. Nilai
adalah dasar dari kelakuan, seperti perhatian, jujur, menepati janji, berusaha
untuk unggul, loyal, adil, berintegritas, menghormati sesama, dan bertanggung
jawab dalam bernegara. Kebanyakan orang akan setuju bahwa seluruh nilai ini
merupakan panduan perilaku yang baik. Namun, etika akan menjadi persoalan yang
semakin rumit ketika sebuah setuasi mengharuskan suatu nilai melampuai nilai
yang lain. Etika (ethics) adalah sistem aturan yang mengatur tatanan
nilai-nilai (Batemen dan Scott, 2008).
Sebuah permasalahan etis (ethical issue)
adalah situasi, masalah, atau kesempatan ketika seseorang harus memilih antara
beberapa tindakan yang harus dievaluasi secara moral benar atau salah.
Permasalahan etis muncul dalam setiap tahapan kehidupan, khususnya pada etika
bisnis. Etika bisnis terdiri atar prinsip dan standar moral yang dijadikan
pedoman bagi perilaku dunia bisni (Batemen dan Scott, 2008) .
Secara
terperinci etika dibagi menjadi 2 (dua) tipe yakni: pertama, etika tipe I adalah kekuatan hubungan antara apa yang
individu atau organisasi yakini dengan apa yang sumber-sumber panduan yang ada
dinyatakan sebagai benar secara moral. Dan kedua,
etika tipe II adalah kekuatan hubungan antara apa yang seseorang yakini dengan
bagaimana ia berperilaku. Secara umum, seseorang tidak dianggap memiliki sifat
etis kecuali ia memiliki kedua tipe etika tersebut (Mondy, 2016).
2.1.2
Model
Etika
Model etika di atas menunjukkan bahwa
sebagian besar etika terdiri dari dua hubungan, yang ditunjukkan oleh panah
horisontal tebal. Orang atau organisasi dianggap etis jika hubungan-hubungan
tersebut kuat dan positif. Perhatikanlah bahwa unsur pertama dari model
tersebut adalah sumber-sumber panduan etis. Seseorang bisa menggunakan sejumlah
sumber untuk menetukan apa yang benar atau salah, baik atau buruk, bermoral
atau tidak bermoral. Sumber-sumber tersebut mencakup kitab-kitab suci yang kita
gunakan. Hal tersebut juga mencakup kata hati seseorang yang dipercaya orang
banyak bahwa kata hati adalah anugrah dari tuhan juga tradisi yang berkembang
dimasyarakat.
Sumber-sumber panduan etis harus
menciptakan kepercayaan atau keyakinan mengenai apa yang benar atau salah. Para
individu haru mempedulikan apa yang benar dan apa yang salah dan tidak hanya
peduli dengan apa yang menguntungkan saja. Kekuatan hubungan antara apa yang
individu atau organisasi yakini sebagai bermoral dan benar dengan apa yang
sumber-sumber panduan etis yang menyatakan benar secara moral adalah Etika Tipe I.
Sebagai contoh, anggaplah seorang
manajer bersikeras tidak mempekerjakan kaum minoritas, lepas dari kenyataan
bahwa hampir semua orang mengecam praktik tersebut. Orang tersebut tidak etis,
namun mungkin hanya dalam makna Tipe I. Gambar di atas mengilustrasikan bahwa Etika Tipe II adalah kekuatan
hubungan antara apa yang seseorang yakini dengan bagaimana ia berperilaku.
2.2
Upaya Melegislasikan Etika
Banyak yang berpendapat bahwa etika
tidak dapat disahkan, di mana, setidaknya terdapat empat upaya untuk mengatur
etika bisnis sejak akhir 1980-an. Di antaranya, Procurement Integrity Act pada tahun 1988 melarang rilis oleh pegawai
pemerintah dari pemilihan sumber dan kontraktor (untuk sebuah bisnis yang
melakukan kotrak dengan pemerintah untuk menyediakan barang dan jasa) dalam
bentuk tawaran dan atau proposal informasi. Di mana, dalam proposal informasi
tersebut terkandung tawaran mengenai tingkat upah karyawan dan informasi
kepemilikan tentang proses bisnis kontraktor.
Selanjutnya, Federal Sentencing Guidelines for Organization Act tahun 1992 menguraikan
kriterian pelatihan etika yang efektif dan menjelaskan tujuh persyaratan
minimum untuk program untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran. Dalam hukum
itu rekomendasi mengenai standar, pelatihan
etika, dan sistem untuk secara anonim melaporkan perilaku tidak dapat
diterima. Eksekutif seharusnya respon-jawab untuk itu kesalahan dari
orang-orang yang lebih rendah dalam organisasi. Jika eksekutif yang proaktif
dalam upaya mereka untuk mencegah kejahatan kerah putih, itu akan mengurangi
hukuman atas mereka dan mengurangi kewajiban. Organisasi merespon dengan
menciptakan posisi etika petugas, menginstal etika, dan mengembangkan kode
etik.
Selanjutnya, upaya ketiga adalah The
Corporate and Auditing Accountability, Responsibility and Transparency pada
tahun 2002 yang dikriminalisasi banyak tindakan perusahaan yang sebelumnya
diturunkan ke berbagai struktur regulasi. Dikenal sebagai Undang-Undang
Sarbanes-Oxley, fokus utamanya adalah untuk memperbaiki akuntansi dan pelaporan
keuangan pelanggaran dalam terang
skandal perusahaan. Sarbanes-Oxley Act dimaksudkan untuk menghilangkan atau
setidaknya mengurangi konflik dengan mengharuskan persetujuan awal audit komite
tingkat untuk layanan di perusahaan yang mereka audit dan menegakkan kode etik
pada manajemen senior keuangan klien.
Selanjutnya, The fourth, the Dodd–Frank Wall Street Reform and Consumer
Protection pada tahun 2010 ditandangani undang-undang, tindakan ini disebabkan
oleh krisis keuangan terburuk sejak Depresi Besar, yang mengakibatkan hilangnya
8 juta pekerjaan, gagal bisnis, penurunan harga perumahan, dan dihapuskan
tabungan pribadi dari banyak pekerja. Ketika krisis keuangan maju, menjadi
jelas bahwa kompensasi eksekutif memainkan peran utama dalam sektor jasa
keuangan serta pasar modal setelah runtuhnya perusahaan jasa investasi seperti
Lehman Brothers, Merrill Lynch, Bear Stearns, dan AIG.
2.3
Pentinya
Kode Etik dan Deskripsi Etika Sumber Daya Manusia
2.3.1
Kode
Etik
Kode etik berfungsi
untuk membangun aturan hidup dalam organisasi. Kode etik mengatur mengenai apa
yang baik dan tidak baik bagi karyawan didalam perusahaan atau organisasi agar
mampu tersingkronasi untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini manajer
SDM dapat membantu mendorong diterapkannya budaya etis dalam perusahaan.
Ada banyak macam kode
etik. Contoh yang sangat bagus dari kode etik adalah yang dikembangkan oleh Society
for Human Resource Management (SHRM). Ketentuan-ketentuan utama
dalam SHRM mencakup tanggung jawab profesional, pengembangan profesional,
kepemimpinan etis, keadilan dan kebenaran, konflik kepentingan dan pengguna
informasi.
2.3.2
Deskripsi Etika Sumber Daya Manusia
Etika sumber daya manusia adalah penerapan
prinsip-prinsip etis untuk hubungan dan kegiatan HR. Hal ini sangat penting
bahwa profesional HR mengetahui praktek-praktek yang dapat diterima dan tidak
dapat diterima dan bekerja untuk memastikan bahwa anggota organisasi juga
memiliki kesadaran ini dalam berhubungan dengan orang lain.
Profesional HR dapat
membantu menumbuhkan budaya etis, artinya lebih dari sekedar kode etik dalam
bentuk poster yang tertempel di dinding.
Sebaliknya, karena pekerjaan utama para profesional HR berurusan dengan
orang-orang, mereka harus membantu untuk menanamkan praktek etika ke dalam
budaya perusahaan. Nilai-nilai tersebut harus jelas dikomunikasikan kepada
seluruh karyawan, secara terus-menerus, dimulai dengan proses wawancara, diperkuat
selama orientasi karyawan, dan secara teratur dilakukan selama review kinerja,
upacara publik, perayaan, dan penghargaan. Mereka perlu untuk membantu
membangun lingkungan di mana karyawan di seluruh organisasi bekerja untuk
mengurangi penyimpangan etika. Dasar etis yang dibangun oleh profesional HR mengarahkan karyawan menuju pembentukan
kredibilitas seluruh organisasi.
Salah satu cara untuk
sebuah perusahaan untuk menciptakan dan mempertahankan budaya etis adalah untuk
mengaudit etika, seperti sebuah
perusahaan audit keuangannya setiap tahun. Audit etika hanyalah sebuah proses
yang sistematis, independen, dan terdokumentasi untuk memperoleh bukti tentang
status budaya ethi-cal organisasi. Dibutuhkan melihat lebih dekat budaya etis
suatu perusahaan bukan hanya memungkinkan untuk tetap teruji. Budaya etis
terdiri dari faktor-faktor seperti kepemimpinan etis, akuntabilitas, dan
nilai-nilai. Iklim dengan manajemen puncak merupakan dasar untuk budaya etika
perusahaan. Kepemimpinan etis dimulai dengan dewan direksi CEO, manager,
supervisor, dan karyawan. Membangun budaya etis yang berlangsung memerlukan
landasan praktek yang terus bahkan ketika para pemimpin berubah. Tujuannya adalah untuk membatasi dampak
lingkungan negatif dari perusahaan mereka sebanyak mungkin dengan menerapkan
konsep praktek terbaik untuk aktivitas sehari-hari mereka.
2.4
Mendeskripsikan
Profesionalisasi MSDM
Sebuah
profesi adalah pekerjaan yang dicirikan dengan keberadaan seperangkat
pengetahuan bersama dan sebuah prosedur untuk mensertifikasi para anggota. Standar-standar
kinerja ditetapkan oleh para anggota dari profesi yang bersangkutan dan bukan
oleh pihak luar; jelasnya, profesi diatur oleh dirinya sendiri (self-regulated).
Karakteristik-karakteristik
tersebut diterapkan pada bidang sumber daya manusia, dan sejumlah organisasi
terkemuka melayani profesi tersebut. Di antara organisasi terkemuka tersebut
yang paling dikenal (Wondy, 2009), adalah
:
a. Society
for Human Resource Management (SHRM)
Organisasi
profesional nasional terbesar untuk para individu yang terlibat dalam semua
bidang manajemen sumber daya manusia adalah Society for Human Resource
Management (SHRM). Tujuan dasar perkumpulan ini mencakup mendefinisikan,
memelihara, memperbaiki fungsi MSDI.
SHRM
menerbitkan jurnal bulanan, HR magazine dan surat kabar bulanan, HR News.
Anak organisasi utama SHRM, Recruiting & Staffing Focus Area (dulunya
EMA), menawarkan informasi mendalam atas isu-isu yang berkenaan dengan
penyediaan kerja dan pemeliharaan, sementara SHRM menawarkan cakupan yang lebih
luas dari isu-isu SDM.
b. Human
Resource Certification Institute (HRCI)
Salah
satu perkembangan paling signifikan dalam bidang MSDM adalah terbentuknya Human
Resource Certification Institute (HRCI), sebuah afiliasi dari SHRM.
Didirikan pada 1976, tujuan HRCI adalah mengakui para profesional sumber daya
manusia melalui suatu program sertifikasi. HRCI menawarkan tiga sertifikasi
untuk para profesional SDM yaitu PHR (Professional in Human Resources),
SPHR (Senior Professional in Human Resources), dan GPHR (Global
Professional in Human Resources).
Sertifikasi
mendorong para profesional sumber daya manusia memperbarui pengetahuan dan
keterampilan mereka secara terus menerus. Sertifikasi tersebut memberikan
pengakuan bagi para profesional yang telah memenuhi level pelatihan dan
pengalaman kerja yang diminta.
c. American
Society for Training and Development (ASTD)
Didirikan
pada 1944, American Society for Training and Development (ASTD) adalah
asosiasi terbesar di dunia yang didedikasikan pada pembelajaran tempat kerja
dan para profesional kinerja. Tujuh puluh ribu anggota dan mitra ASTD berasal
dari lebih dari 100 negara dan ribuan organisasi. Keanggotaannya terdiri dari
para individu yang memiliki minat khusus pada pelatihan dan pengembangan.
Perkumpulan ini menerbitkan jurnal bulanan T+D Magazine. Sejumlah
publikasi lainnya juga tersedia untuk membantu para anggotanya tetap mengikuti
perkembangan dalam bidang tersebut.
d.
WorldatWork
WorldatWork
didirikan pada 1955 sebagai American Compensation Association (ACA) dan
kini memiliki keanggotaan diseluruh dunia melebihi 23.000 orang. Organisasi ini
terdiri dari para profesional manajerial dan sumber daya manusia yang
bertanggung jawab atas penyusunan, pelaksanaan, administrasi, atau penerapan
dari praktik-praktik dan kebijakan-kebijakan kompensasi dalam organisasi
mereka. WorldarWork berfokus pada disiplin-disiplin sumber daya manusia yang
berhubungan dengan aktifitas menarik, mempertahankan, dan memotivasi karyawan.
2.5
Konsep
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan Keberlanjutan Perusahaan
Tanggung jawab sosial
perusahaan (CSR) adalah sesuatu yang tersirat,
ditegakkan, atau merasa kewajiban manajer, bertindak dalam kapasitas resmi
mereka, untuk melayani atau melindungi kepentingan kelompok lain dari diri
mereka sendiri. Keberlanjutan perusahaan berfokus pada kemungkinan pada dampak
masa depan dari suatu organisasi pada masyarakat, termasuk kesejahteraan
sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dalam hal ini, CSR dan keberlanjutan
perusahaan mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari kegiatan perusahaan
pada masyarakat (Mondy, 2016).
CSR adalah model di
mana tanggung jawab ekonomi, sosial, dan lingkungan yang terpenuhi secara
bersamaan. Ketika sebuah perusahaan berperilaku seolah-olah memiliki hati
nurani, hal ini dapat dikatakan sebagai bertanggung jawab secara sosial. CSR
sangat pengaruh keseluruhan perusahaan pada masyarakat luas dan melampaui
kepentingan pemegang saham. Ini adalah bagaimana sebuah perusahaan secara
keseluruhan berperilaku terhadap masyarakat. Di banyak perusahaan, tanggung
jawab sosial telah pindah dari bagus dilakukan menjadi harus melakukan. Semakin
banyak perusahaan yang mengeluarkan CSR dan melaporkan secara detail yang
lingkungan mereka, tenaga kerja, dan praktek perusahaan berikan kepada
masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat.
Beberapa perusahaan, seperti Burger King, telah menciptakan posisi direktur
CSR.
Rupanya, perilaku yang
bertanggung jawab secara sosial terbayar pada bottom line. Ketika CEO GE
Jeffrey Immelt mengumumkan bahwa perusahaan akan dua kali lipat pengeluaran
untuk penelitian teknologi hijau, itu tidak ada usaha besar untuk menyelamatkan
planet ini; itu adalah contoh yang cerdik bisnis strategy. Tanggung jawab
sosial juga telah berdampak pada proses perekrutan. Lulusan perguruan tinggi
saat ini sering mencari perusahaan-perusahaan yang memiliki reputasi untuk menjadi bertanggung jawab secara sosial, yang
tidak sering terjadi di masa lalu. Bahkan, pencari kerja cenderung lebih
tertarik kepada organisasi dikenal CSR.
Selanjutnya, Menurut
Komisi Dunia tentang Lingkungan dan Keberlanjutan, definisi sempit
keberlanjutan “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kemampuan
generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.” keberlanjutan perusahaan
dapat dianggap sebagai sebuah bisnis dan investasi pendekatan yang berusaha
untuk menggunakan praktik bisnis terbaik untuk memenuhi kebutuhan pemegang
saham saat ini dan masa depan. Profesional HR memainkan peran penting dalam
mempromosikan tujuan keberlanjutan perusahaan. Menggunakan keahlian mereka
menuju akhir ini. Hari ini berkaitan dengan bagaimana keputusan organisasi
dapat mempengaruhi masyarakat dan lingkungan secara keseluruhan. Pada dasarnya
ini adalah tentang bagaimana sebuah perusahaan menangani bisnisnya sementara
memahami bagaimana keputusan ini dapat mempengaruhi orang lain. Salah satu bisa
memikirkan keberlanjutan perusahaan dalam arti bisnis menyediakan keuntungan
jangka panjang. Dengan demikian, keberlanjutan harus menjadi bagian mendasar
dari strategi bisnis, pengembangan produk, pengembangan bakat, dan investasi
modal. Beberapa organisasi telah menekankan pentingnya keberlanjutan perusahaan
dengan mendirikan posisi kepala keberlanjutan.
Keberlanjutan juga
telah menjadi sangat populer bagi perusahaan yang beroperasi di ENVI-ronment
global. Baru-baru ini, divisi Jerman Danone beralih ke plastik yang terbuat
dari tanaman (bukan minyak) untuk Activia yogurt kemasan yang dijual di Jerman.
Coca-Cola Enterprises di Inggris telah mengurangi emisi karbon dengan 470.000
ton, yang merupakan sekitar sepertiga dari target yang 2020 nya. Hal ini juga
daur ulang 99 persen dari limbah pabrik itu menghasilkan, dengan lima dari enam
lokasi produksi mengirimkan zero waste ke tempat pembuangan sampah. Pemimpin
polystyrene global Styron LLC memiliki lebih dari 2.000 karyawan di 20 pabrik
di seluruh dunia dengan penjualan tahunan sebesar $ 5 miliar. Ini dimulai
setiap pertemuan perusahaan dengan topik keberlanjutan. Bonus karyawan terikat
dalam untuk memenuhi tujuan keberlanjutan. Baru-baru ini, Styron memperkenalkan
kelas daur ulang-konten dari polikarbonat pada pameran dagang Chinaplas di Guangzhou, Cina. Renault
bermitra dengan Veolia Environment untuk membangun nol-emisi dunia, 100-persen
tanaman bergantung energi terbarukan pertama manufaktur mobil di Maroko.
2.6
Analisis
Stakeholder dan kontrak sosial
Hetifah mendefenisikan
bahwa stakeholder adalah individu, kelompok atau organisasi yang memiliki
kepentingan, terlibat, atau dipengaruhi (secara postif maupun negatif) oleh
kegiatan atau program pembangunan. Selanjutnya
Freeman mendefenisikan bahwa stakeholder merupakan kelompok atau
individu yang dapat mempengaruhi dan/atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan
dari sebuah program (Hidayah, 2018).
Dalam hal ini para
pemangku kepentigan baik itu kelompok maupun individu yang terlibat dalam suatu
program diantaranya seperti: pemegang saham tunggal, para karyawan dan manajer,
pengangguran, jaminan bank, para pemasok, bank lain yang sedaerah,
perusahaan-perusahaan lokal, lembaga pemerintah lokal, pemerintah, para
pesaing, para pelanggan, para tetangga, dan organisasi-organisasi amal. Di
mana, keseluruhan para pemangku kepentingan secara langsung maupun tidak
langsung dipengaruhi secara positif ataupun negatif oleh program pembangunan
yang dilakukan olah suatu organisasi atau perusahaan.
Setiap perusahaan akan
memiliki para stakeholder yang berbeda berdasarkan misi organisasi dan
fokus upaya-upaya tanggung jawab sosialnya. Suatu pendekatan untuk analisis
stakeholder melibatkan pertimbangan mengenai kontrak sosial. Kontrak sosial
adalah sekumpulan aturan tertulis dan tidak tertulis serta asumsi-asumsi
mengenai pola hubungan timbal balik yang dapat diterima diantara berbagai unsur
masyarakat.
Sebagian besar kontrak
sosial tertanam dalam kebiasaan masyarakat. Fungsi dari kontrak sosial ini adalah
menguatkan hubungan antara satu pihak dan pihak lainya sebagai hasil imbal
balik dari kegiatan mempengaruhi dan dipengaruhi dari suatu program pembangunan.
Kontrak sosial berkenaan dengan hubugan antara para individu, pemerintah,
organisasi lain dan masyarakat.
2.7
Implementasi
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Proses implementasi
tanggung jawab sosial perusahaan di tengah persaingan global menimbulkan sebuah
pertanyaan apakah tanggung jawab sosial perusahan dapat di implementasikan? Di
mana, dalam upaya persaingan ini perusahaan dihadapkan dalam kondisi untuk
berfokus pada memperoleh biaya produksi serendah mungkin. Permasalahan
selanjutnya adalah tuntutan peningkatan upah karyawan yang terus mendesak
perusahaan. Dalam hal ini, implementasi tanggung jawab sosial perusahaan
dibutuhkan agar seseorang bertanggung jawab atas program dengan membangun
sebuah struktur yang menaungi permasalahan tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap masyarakat.
Ada pengakuan yang
berkembang di antara beberapa terkemuka
organisasi CSR global bahwa 15 tahun pertama dari upaya CSR belum menghasilkan
hasil yang diinginkan, dan bahwa perubahan signifikan harus dilakukan jika CSR
menjadi sesuatu yang lebih dari sebuah latihan mahal di “manajemen reputasi”.
Namun, penelitian terbaru tidak sepenuhnya mendukung kesimpulan ini. Dalam
studi tentang CSR global yang dilakukan selama breakdown ekonomi, 44 persen
percaya bahwa kebijakan CSR akan
diterapkan lebih sering sebagai akibat dari krisis, 28 persen berpikir bahwa
arti sebenarnya dari CSR akan berubah dalam rangka kondisi baru, dan 22 persen
percaya bahwa krisis akan memiliki dampak negatif pada CSR.
Secara singkatnya,
berikut langkah-langkah untuk mengimplementasikan program tanggung jawab sosial
perusahaan, yaitu:
a)
Seseorang harus diberi tangung jawab
atas program tersebut dan sebuah struktur harus dibangun.
b)
Penilaian mengenai CSR perusahaan.
c)
Harapan dan persepsi pemegang saham.
d) Pernyataan
kebijakan yang meliputi bidang CSR.
e)
Tujuan perusahaan dan rencana tindakan
implementasi.
f)
Sasaran dan indikator kinerja
kuantitatif dan kualitatif.
g)
Memberitahu arah CSR ke stakeholder dan
manajer dana.
h)
Penetapan kemajuan dari program CSR.
i)
Pelaporan kemajuan program CSR.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Etika adalah disiplin yang berhubungan dengan apa yang baik dan buruk,
benar dan salah, atau dengan dan kewajiban tanggung jawab moral. Sementara tanggung
jawab sosial perusahaan (CSR) adalah sesuatu yang tersirat, ditegakkan, atau
merasa kewajiban manajer, bertindak dalam kapasitas resmi mereka, untuk
melayani atau melindungi kepentingan kelompok lain dari diri mereka sendiri
Etika dan
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) merupakan kunci keberlanjutan perusahaan
dalam jangka panjang. Keduanya merupakan dua hal yang sama pentingnya dilakukan
oleh perusahaan apapun bisnisnya. Program CSR yang dijalankan perusahaan harus
dijalankan bersamaan dengan dijalankannya Etika Bisnis oleh perusahaan.
Perusahaan yang
melaksanakan Tanggung Jawab Sosial belum tentu dapat menjalankan Etika Bisnis dengan
baik, jika pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial itu disertai dengan motivasi yang
tidak baik pula. Sebaliknya perusahaan yang melaksanakan Etika Bisnis dengan
baik pasti juga akan melaksanakan Tanggung Jawab Sosialnya dengan baik. Jadi
Etika Bisnis harus menjadi motor penggerak dilaksanakannya Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan.
Daftar
Pusaka
Mondy, R. Wayne. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Erlangga:
Jakarta
Batemen, Thomas S dan
Scott A. Snell. 2008. Manajemen
Kepemimpinan dan Kolaborasi dalam Dunia yang Kompetitif. Jakarta: Selemba
Empat